Kebudayaan Betawi amat sangat beragam. Tarian yang cukup lama dikenal masyarakat adalah Tari Topeng Betawi. Dalam Tari Topeng Betawi, anda dapat melihat tiga unsur seni sekaligus. Yaitu tari, teater dan musik. Musik pengiring Tari Topeng Betawi banyak sekali. Tari Topeng Betawi tumbuh dan berkembang dipinggir-pinggir Jakarta. Biasanya digelar saat ada pernikahan, acara sunatan dan membayar nazar. Dalam Topeng Betawi, para penari memakai topeng dan bercerita lewat seni gerak. Kini Tari Topeng Betawi sudah banyak dikreasikan.
Tari Topeng Menurut Kacamata Mistis
Orang Betawi dulu menganggap topeng memiliki kekuatan magis. Selain dapat menolak bala, juga dinilai mampu menghilangkan kedukaan karena kematian, sakit ataupun petaka lainnya. Selama ini topeng sering diartikan sebagai kedok. Tetapi bagi orang Betawi, Topeng berbeda dengan kedok, kalau kedok adalah penutup muka, sedangkan topeng adalah petunjuk. Menurut Antropolog dari LIPI, Ninuk Kleden Probonegoro, ada dua narasi tentang asal muasal Topeng Betawi yang menjadi cikal bakal pagelaran yaitu narasi yang berhubungan dengan Jaka Pertaka, dan satu lagi narasi tentang Sukma Jaya. Narasi tentang ini memperlihatkan bahwa Topeng dianggap mempunyai kekuatan magis.
Ritual Topeng
Bagi masyarakat Betawi, Topeng digunakan dalam ritual kehidupan yang dianggap cukup penting, seperti perkawinan dan khitanan. Pada kedua ritual itu. Topeng dipagelaran untuk memeriahkan pesta. Juga biasanya, Topeng digelar dengan tujuan membayar nazar. Meskipun harus membayar mahal untuk sebuah pertunjukan Topeng, rasanya itu tidak menajdi persoalan.
Pergantian Zaman
Seiring pergantian zaman, nampaknya Topeng Betawi juga telah mengalami perubahan yang cukup signifikan. Tercatat ada lima bentuk perubahan yang disebabkan oleh urutan waktu dalam sejarah.
Pertama, esensi Topeng yang sakral dan magis tak lagi menjadi motivasi bagi yang punya hajat. Topeng tak lagi berfungsi sebagai penolak bala atau nazar bagi anak yang sering sakit-sakitan. Masyarakat Betawi lebih percaya rumah sakit atau puskesmas untuk mengobati seseorang yang sakit.
Kedua, pagelaran yang diselenggarakan dalam lingkup tradisi yaitu acara pernikahan dan khitanan, juga mengalami pergeseran ke acara yang lebih bersifat nasional.
Ketiga, keraaman estetika yang muncul diantara orang-orang betawi pun mulai menghilang karena masuknya para pendatang ke daerah orang-orang Betawi. Termasuk berbagai bentuk kedok yang memperlihatkan keragaman topeng, hilang secara perlahan-lahan.
Keempat, durasi seni pertunjukkan mengalami pergeseran. Jika dulu (tahun 70-an) masih berlangsung hingga pukul 4 pagi, lama kelamaan bergeser durasinya, sekarang paling lambat pukul 3 harus sudah selesai. Ini dikarenakan orang-orang harus bersiap diri untuk sholat Subuh agar tidak kesiangan.
kelima, narasi pagelaran Topeng, tak lagi mengangkat tema kemiskinan di wilayah-wilayah tuan-tuan tanah, dan telah beralih dengan menggunakan isu nasional yang kadang-kadang menjadi legitimasi kepentingan politik tertentu.
Kesimpulan
Dengan kata lain, telah terjadi pertumbuhan keragaman budaya, dalam hal ini keragaman pagelaran Topeng Betawi. Itu bisa dimaklumi, mengingatkan rasa memiliki terhadap budaya Betawi, kini bukan hanya milik orang Betawi saja, tapi juga dimiliki para pendatang yang ingin melestarikan budaya Betawi menurut zamannya.
Sumber :
http://senibudayabetawi.blogspot.com/2011/02/tari-topeng-betawi-dan-tari-lenggang.html
http://apit.wordpress.com/2006/09/14/topeng-betawi-dalam-kacamata-mistis/