Bart Simpson Graduation

Sabtu, 06 Juli 2013

Manusia dan Keadilan

     Dalam perjalanan hidup manusia mempunyai Romantika yang beda, waktu dan ruang serta latar belakang pengalaman turut menentukan manis pahitnya arti hidup. Kiranya manusia telah dilekati Kodrat akan hal tersebut, demikianlah kata orang "Hidup bagaikan roda pedati kadang-kadang siang setelah pagi". Namun demikian kejanggalan hidup yang dialami, seyogyanya mendapat perhatian seluruh manusia tanpa kecuali, dengan tidak membedakan ras, suku bangsa, negara dan agama serta pembeda-pembeda lainnya, sebab betapa pentingnya makna hidup tersebut.
     Manusia itu hidup dalam keadaan berjuang kata Thomas Habbes, sebab tanpa demikian manusia akan jatuh tersungkur dimuka bumi. Hampalah sarinya suatu kehidupan, sebab hidup itu sendiri sudah merupakan suatu hak yang paling utama dari sejumlah hak yang dimiliki oleh setiap umat manusia. Inilah apa yang kita kenal akan Hak untuk hidup. TRIBUERE SUUN CUIQE, adalah ucapan manusia-manusia di jaman Romawi kuno, betapa penting memberikan hak-hak apa yang ada pada setiap orang, apa yang dimilikinya harus diberikan kepadanya, tanpa kecuali. Inilah gambaran keadilan di Romawi kuno dimana prinsip ini sangat mewarnai kehidupan manusia dikala itu. Sedangkan manusia Yunanipurba telah pula mendahuluinya tentang hal keadilan ini, karena manusia Yunani purba tersebut percaya dan dilambangkan oleh Dewa Zeus, dimana Dewa Zeus yang menguasai Jagat Raya dianggap sebagai penegak hukum dan keadilan.
     Orang Yunani purba selalu melaksanakan upacara ritual dan berbagai perayaan untuk menghormati Dewa Zeus sebagai penegak hukum dan keadilan ini, untuk itu PHIDIUS seorang ahli pahat kenamaan, telah pula membuat patung Dewa Zeus yang terbuat dari bahan emas dan gading. Zeus bisa digambarkan sebagai seorang yang amat perkasa dengan dada lebar dan berambut lebat. Wajahnya memancarkan kewibawaan penuh keagungan dan kasih sayang, sedangkan burung garuda tetap berada disampingnya merupakan binatang suci. (Yanti Asnawi, dalam Mitologi Yunani, 1982). Lain pula halnya dengan Kong Hu Cu, beliau bertutur tentang keadilan ini antara lain dengan mengatakan "bila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya maka itulah keadilan". Agaknya menyadari akan peranan masing-masing dari suatu fungsi merupakan suatu keharusan bagu tercapainya suatu keadilan versi Kong Hu Cu ini.
     Di jaman Yunani kuno, Plato menelaah masalah keadilan secara mendalam. Justru ahli filsafat yang dapat memerintahkan negara dengan cara yang adil. Maka dari itu berikanlah kesempatan kepada mereka untuk memerintah, karena dengan modal filsafat tersebut membuat Raja akan jauh lebih arif dan bijaksana, bahkan lebih mampu melihat apa yang dinamakan keadilan secara nyata, bagaimana keadilan harus dicapai secara nyata, bagaimana keadilan harus dicapai dalam kehidupan bernegara. Lebih jelas Plato memberikan NILAI keadilan tersebut sebagai "Kebajikan tertinggi dalam kehidupan negara yang baik" (The supreme virtue of the good state), sedangkan orang yang adil adalah " orang yang mengendalikan diri yang perasaannya dikendalikan oleh akal" (the discipline man whose passion are controlled by reason). Keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari suatu masyarakat, terutama menjaga integritas masyarakat tersebut. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya dianggap paling cocok bagi setiap orang tersebut. Pandangan Plato tersebut juga menginginkan adanya keselarasan dan keharmonisan sebagai bentuk dari suatu keadilan.
     Tetapi sayangnya tidaklah keadilan dan cita keadilan tersebut dapat dipahami oleh manusia dimuka bumi ini, sebab betapa pelik dan kompleksnya suatu keadilan. Namun demikian tidaklah menjadi aral bagi manusia yang merealisasikannya. Bagi suku bangsa Jawa, sudah merupakan kebiasaan di masa yang lalu, terutama dalam hal memperoleh, menginginkan suatu keadilan, dimana mereka berbondong-bondong menuju Kraton, dan duduk berjemur diri di alun-alun dengan mengikat secarik kain putih dikepalanya sebagai pertanda bahwa mereka menuntut hak-hak tertentu kepada Raja. Ini yang dikenal dengan "pepe", (Muhtar Lubis, Bangsa Indonesia).
     Semua kejadian-kejadian diatas sebenarnya berpangkal dari adanya keinginan kesempurnaan hidup. Hidup baru dikatakan sempurna apabila semua hak-hak yang dimiliki oleh manusia harus mendapatkan perhatian penuh. Terutama dari penguasa, maupun masyarakat manusia. Hak yang ada pada manusia harus dikembalikan kepadanya. Beberapa hak-hak asasi manusia telah pula diperincikan oleh John Lock, antara lain adalah :
  • Hak untuk hidup
  • Hak untuk berkeluarga
  • Hak untuk memperoleh pendidikan
  • Hak untuk berpendapat bebas, dan
  • Hak untuk tidak boleh dihukum, sebelum ada petunjuk atau bukti yang sah
     Sebenarnya keadilan bukanlah sekedar memberikan hak yang telah dimiliki oleh setiap manusia, tetapi justru lebih dari itu. Dengan demikian sekarang masalahnya bagaimana keadilan tersebut dapat terwujud dalam tingkah laku dan perbuatan manusia dimana saja dia berada. Sebagai suatu nilai terntunya keadilan tersebut tak dapat dipisahkan dan melekat dengan pemikiran manusia. Dan dijadikan pedoman hidup dalam bertingkah laku, juga dijadikan motivasi untuk mencapai kebajikan, yang didasari oleh rasa moral yang sejati. Terutama menjadi pegangan dalam kehidupan sesama manusia, alam, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Sebenarnya tidak sedikit pranata-pranata yang sengaja diciptakan untuk menangani persoalan kehidupan manusia, adanya Lembaga Bantuan Hukum, Pengadilan, Polisi itu sebenarnya merupakan suatu syarat dan pembeda antara kehidupan manusia bila tidak dilengkapi dengan pranata yang menunjang kebersamaan.
     Hidup sebenarnya merupakan kodrat dari setiap manusia, sukar dibayangkan apabila masih ada saja manusia yang hidup sendirian. Sebab ditengah-tengah kehidupan bersama itu justru manusia dapat mengembangkan kemanusiaannya, disitu pula ada aturan-aturan, norma-norma, adat istiadat, ugeran dan wejangan yang kesemuanya itu turut membentuk citra pikiran dan tindakan dari semua manusia, alhasil disinilah baru dirasakan bahwa kehidupan bersama itu memang manusia tulen. Sebagaimana luas dan kompleksnya ruang jelajah cita keadilan, tentunya merasuk kesetiap segi kehidupan. Baik sesama manusia maupun dengan lainnya. Interaksi tersebut jelas bahwa suatu konsekuensi adanya hak dan kewajiban, hak dan kewajiban ibarat pisau bermata dua, disatu pihak menunjuk kepada manusia yang lain, inilah yang dikatakan orang tenggang rasa, tepo, seliro, saling asih, asuh, asah. Dengan demikian semua manusia menunjukkan serba ada guna dan menunjukkan fungsi masing-masing.
     Keadilan memang merupakan masalah bagi kehidupan manusia, maka dari itu tak luput dari persoalan masyarakat secara menyeluruh. Sehingga muncul pula konsep keadilan sosial, masalah keadilan sosial sebenarnya tidak lain kumpulan masalah-masalah ketimpangan hidup yang dirasakan, dialami oleh setiap manusia sebagaimana unsur masyarakat. Terhadap hal ini Dr. Soedjatmoko (Budayawan, diplomat) menginginkan agar setiap perguruan tinggi menangani masalah tersebut (keadilan sosial sebagai acuan masalah yang harus diatasi). Masalah utama dari keadilan sosial ini antara lain : distribuusi pendapatan serta distribusi kekayaan produktif, dan kebijaksanaan fiskal dan upah memadai, serta penciptaan kesempatan kerja. Sedangkan segi lain dari masalah keadilan sosial ini lebih lanjut dikatakannya adalah :
  • Perlindungan yang sama dibawah hukum, termasuk kesempatan yang sama untuk menggunakan proses peradilan.
  • Kesempatan yang sama akan pendidikan dan pekerjaan.
  • Hak yang sama dalam perbuatan keputusan (decision making) (Prisma, Maret 1976).
     Bila kita perhatikan, sebenarnya ada usaha-usaha untuk memberi semacam Manusia Model yang pernah dilakukan berbagai pihak, kepada mereka diberi predikat "Teladan" dan sejenisnya. Apakah ini yang dimaksud manusia model yang perlu diteladani ? Jauh Panggang Dari Api, bila ini yang dimaksudkan. Sebab masih banyak dimensi dan segi kehidupan yang belum dapat dijangkau, apalagi untuk menjawabnya. Inilah yang perlu untuk direnungkan lebih lanjut, apa manusia Indonesia munafik? (Muhtar Lubis), "Mudah-mudahan tidak".

Kamis, 04 Juli 2013

Kecewa

Hanya tersenyum kini yang mungkin bisa aku lakukan
Walau ku tau hati sedikit pun tak bisa dibohongi
Seakan teman yang kini ku rasa untuk mengalihkan
Semua yang kurasakan sebenarnya sangat menyakitkan

Tak pernah ku duga ternyata kini kau begitu tega
Tak perdulikan apa yang kini telah aku rasa
Betapa salahnya ku percayakan semua padamu
Tanpa sedikit ku tanamkan rasa curiga terhadapmu

* Biarkan angin berhembus kencang
   Dan tuangkan semua amarahku
   Berikan pertanda
   Dan sampaikan padanya
   Kekecewaanku atas semua perlakuanmu

   Biarkan hujan mengalir deras
   Dan ku mohon jangan biarkan berhenti
   Berikan pertanda
   Dan sampaikan padanya
   Luapkan semuanya agar dia merasakannya
   Ku kecewa

Senin, 01 Juli 2013

Manusia dan Cinta Kasih

     Kebanyakan orang melihat masalah cinta ini pertama-tama sebagai masalah dicintai, lebih daripada itu masalah yang dicintai yaitu masalah kemampuan orang untuk mencinta, maka masalahnya bagi mereka ialah bagaimana supaya dicintai. setiap orang membutuhkan kebutuhan untuk mencinta dan dicintai. Cinta bukanlah terutama hubungan dengan seseorang tertentu. Cinta adalah sikap, sesuatu orientasi watak yang menentukan hubungan pribadi dengan dunia keseluruan, bukan menuju sesuatu obyek cinta. Jika seorang pribadi hanya mencintai satu pribadi lain dan acuh tak acuh terhadap sesamanya yang lain, cintanya bukanlah cinta, tetapi ikatan simbolik atau egoisme yang diperluas. Tetapi, menyatakan cinta adalah suatu orientasi yang menunjukkan pada segalanya dan bukan kepada salah satu hal saja. hal itu tidak berarti bahwa tidak ada perbedaan diantara tipe-tipe cinta berdasarkan obyeknya. Adapun tipe-tipe cinta adalah : 

A. Cinta Terhadap Allah  
     Bentuk religius cinta yang disebut cinta akan Allah, tidaklah berbeda, kalau berbicara secara psikologi. Cinta itu berasal dari kebutuhan untuk mengatasi keterpisahan, utnuk mencapai penyatuan. Kenyataan-kenyataan cinta terhadap Allah mempunyai sifat dan aspek yang berbeda sama banyaknya dengan cinta terhadap manusia dan dalam arti yang luas kita menentukan perbedaan-perbedaan yang sama. Didalam agama, entah yang bersifat politis atau yang monoteisme, Allah adalah mempunyai nilai yang tertinggi, kebaikan yang paling didambakan. Dari sebab tersebut Allah tergantung pada apa kebaikan yang paling dirindukannya oleh semua pribadi. Dari sebab itu timbul pengertian konsep Allah harus dimulai dengan analisis struktur ciri pribadi yang menyembah Allah. Cinta adalah rahmat, sikap religius adalah memiliki imam terhadap rahmat ini dan membuat diri kecil dan tak berdaya. Dalam mencintai terhadap Allah sebenarnya telah ada didalam kitab-kitab ajaran agama yang kita anut.

B. Cinta Persaudaraan  
     Merupakan persaudaraan adalah cinta diantara sesama, tetapi sungguh baik sebagai sesama, kita tidak selalu "sama" sejauh kita bersifat manusiawi, kita semua membutuhkan bantuan. Hari ini saya, besok engkau. Tetapi kebutuhan akan bantuan ini tidak berarti bahwa yang satu tak berdaya, yang lain berkuasa. Ketidak berdayaan itu adalah bersifat sementara, kemampuan untuk berdiri dan berjalan diatas kaki sendiri adalah keadaan tetap dan sama.

C. Cinta Keibuan  
     Cinta keibuan adalah penguatan tanpa syarat terhadap hidup dan kebutuhan anak. Penguatan (afermasi) hidup anak mempunyai dua segi, pertama, ialah perhatian dan yang kedua ialah tanggung jawab yang mutlak perlu demi pemeliharaan hidup anak dan pertumbuhannya. Cinta keibuan menanamkan kedalam anak cinta akan kehidupan dan tidak hanya keinginan untuk tetap hidup. Sangat berlainan dengan cinta persaudaraan dan cinta erotis, yakni cinta sesama orang (setara), hubungan ibu dan anak pada hakekatnya cinta diantara orang yang tidak sama, dimana yang satu memerlukan segala bantuan dan yang lain memberikannya. Justru karena ciri altruistis dan tidak mementingkan diri inilah maka cinta keibuan telah dipandang sebagai jenis cinta yang paling tinggi, dan yang paling suci dari segala ikatan emosional. Cinta yang berlebih-lebihan dari orang tua terhadap anak akan menyebabkan masalah sosial, begitu pula sebaliknya.

D. Cinta Erotis  
     Cinta ini berbeda dengan kedua tipe cinta diaras. Cinta erotis adalah mendambakan peleburan, penyatuan dengan seseorang pribadi lain. Cinta ini bersifat eksklusif dan tidak universal. Cinta erotis sering dicampurbaurkan dengan pengalaman yang meledak karena jatuh cinta diantara dua orang yang masih asing, setelah keduanya saling mengenal pribadi yang dicintai menjadi pribadi yang dikenal seperti dirinya sendiri. Tetapi keeratan ini cenderung makin lama makin berkurang dan sebagai konsekwensinya ialah seseorang mencari cinta dengan seorang pribadi yang baru dengan seorang asing yang baru, demikian seterusnya. Tipe cinta ini didorong oleh keinginan sexual. 

E. Cinta Diri Sendiri 
  Freud beranggapan bahwa cinta adalah manifestasi nafsu sexual yang diarahkan kepada oranglain/diarahkan pada dirinya sendiri atau cinta diri (self love). Berpegangan bahwa pribadi yang mementingkan diri itu bersifat "narsisistis", seolah-olah ia telah menarik cintanya dari oranglain dan mengalihkan pada dirinya sendiri. Teori hakekat sifat mementingkan diri ini dibuktikan oleh pengalaman resiko analisis mengenai hal tidak mementingkan diri yang bersifat neoritis yaitu gejala yang dapat dikalangan luas yang biasanya terganggu bukan gejala itu tetapi oleh hal-hal lain yang berhubungan dengannya, seperti rasa tertekan, kelelahan,ketidakmampuan bekerja, kegagalan dalam bermain cinta dst. Dengan demikian ia menjadi seseorang pribadi yang besar, berbudi yang selain mencintai dirinya sendiri ia juga mencintai semua orang lain dengan cara sama. 

 CINTA KASIH DALAM KELUARGA

     Cinta kasih orang tua terhadap anak itu adalah suatu cinta yang disertai dengan kasih sayang. Cinta kasih tersebut diberikan secara tulus dan ikhlas seolah-olah anak itu adalah merupakan bagian dari dirinya sendiri. Seorang anak yang tak pernah mendapat kasih sayang dari orang tuanya kemungkinan besar dia akan hidup liar. Cinta yang dirasakan orang tua terhadap anaknya itu berdasarkan 2 segi yakni : segi pengabdian dan segi kesukaan. Menurut orang tua mencintai anaknya secara merata dalam arti pengabdian yang sama terhadap setiap anak. Mereka mencoba untuk tidak berat sebelah. Mereka ingin agar masing-masing anaknya berhasil dan bahagia. Orang tua rela berkorban untuk tujuan tersebut. 
     Kasih sayang orang tua itu adalah dampak positif dan ada dampak negatifnya. Dampak positifnya adalah apabila orang tua tersebut memberikan kasih sayang kepada anaknya secara apa adanya, artinya kasih sayang yang tak berlebihan. Jadi hal tersebut membuat anak menjadi manja. Kekurangan usaha yang ikhlas dari orang tua dapat mengakibatkan beberapa hal yang kurang baik bagi si anak. Cinta kasih orang tua terhadap anak sendiri berbeda dengan cinta kasih orang tua tergadap anak orang lain. 
     Jika dilihat dari segi kesukaan semua orang tua mempunyai cinta kasih yang sama serta memberikan perlakuan yang sama kepada setiap anak mereka. Anak laki-laki disukai karena sifat laki-lakinya, sedangkan anak perempuan disukai karena sifat perempuannya. Sayang orang tua terhadap anaknya bisa karena sifat gembiranya, sifat sungguh-sungguhnya, sifat yang ingin menyenangkan orang lain dsb. Kesukaan tersebut timbul berdasarkan sifat yang sangat berbeda. Setiap orang tua selalu menghadapi sifat yang sangat kompleks dari si anak. Tanggapan orang tua terhadap sifat anak tersebut juga mempunyai suatu kelompok yang kompleks juga. 
     Ada orang tua yang selalu jengkel akan segala tingkah laku yang diperbuat anaknya. Terhadap anaknya mereka tidak merasakan arus kemesraan yang timbul dengan sendirinya, seperti yang mereka rasakan terhadap orang lain. Kejengkelan tersebut bisa timbul pada anaknya sewaktu anak tersebut masih kanak-kanak bahkan ada yang sampai dewasa. Sejak apa yang dikatakan maupun yang diperbuat anak selalu menimbulkan rasa marah pada orang tuanya. Seolah-olah perbuatan si anak tersebut selalu salah. Hal tersebut sebenarnya mereka sadari. Mereka sebetulnya sudah berusaha untuk memperbaiki tingkah lakunya dan berusaha untuk mencintai anaknya dengan sepenuh hati. Cinta kasih yang diberikan orang tua tersebut ada dampak positifnya dan dampak negatifnya. Dampak positifnya apabila kasih sayang tersebut diberikan secara apa adanya, artinya memberikannya itu tidak berlebihan ataupun tidak kurang. Sedang dampak negatifnya adalah apabila kasih sayangnya tersebut diberikan secara berlebihan.




Dikutip dari :
M. Habib Mustopo, Manusia dan Budaya,1989