Kebanyakan orang melihat masalah cinta ini pertama-tama sebagai masalah dicintai, lebih daripada itu masalah yang dicintai yaitu masalah kemampuan orang untuk mencinta, maka masalahnya bagi mereka ialah bagaimana supaya dicintai. setiap orang membutuhkan kebutuhan untuk mencinta dan dicintai. Cinta bukanlah terutama hubungan dengan seseorang tertentu. Cinta adalah sikap, sesuatu orientasi watak yang menentukan hubungan pribadi dengan dunia keseluruan, bukan menuju sesuatu obyek cinta. Jika seorang pribadi hanya mencintai satu pribadi lain dan acuh tak acuh terhadap sesamanya yang lain, cintanya bukanlah cinta, tetapi ikatan simbolik atau egoisme yang diperluas. Tetapi, menyatakan cinta adalah suatu orientasi yang menunjukkan pada segalanya dan bukan kepada salah satu hal saja. hal itu tidak berarti bahwa tidak ada perbedaan diantara tipe-tipe cinta berdasarkan obyeknya. Adapun tipe-tipe cinta adalah :
A. Cinta Terhadap Allah
Bentuk religius cinta yang disebut cinta akan Allah, tidaklah berbeda, kalau berbicara secara psikologi. Cinta itu berasal dari kebutuhan untuk mengatasi keterpisahan, utnuk mencapai penyatuan. Kenyataan-kenyataan cinta terhadap Allah mempunyai sifat dan aspek yang berbeda sama banyaknya dengan cinta terhadap manusia dan dalam arti yang luas kita menentukan perbedaan-perbedaan yang sama. Didalam agama, entah yang bersifat politis atau yang monoteisme, Allah adalah mempunyai nilai yang tertinggi, kebaikan yang paling didambakan. Dari sebab tersebut Allah tergantung pada apa kebaikan yang paling dirindukannya oleh semua pribadi. Dari sebab itu timbul pengertian konsep Allah harus dimulai dengan analisis struktur ciri pribadi yang menyembah Allah. Cinta adalah rahmat, sikap religius adalah memiliki imam terhadap rahmat ini dan membuat diri kecil dan tak berdaya. Dalam mencintai terhadap Allah sebenarnya telah ada didalam kitab-kitab ajaran agama yang kita anut.
B. Cinta Persaudaraan
Merupakan persaudaraan adalah cinta diantara sesama, tetapi sungguh baik sebagai sesama, kita tidak selalu "sama" sejauh kita bersifat manusiawi, kita semua membutuhkan bantuan. Hari ini saya, besok engkau. Tetapi kebutuhan akan bantuan ini tidak berarti bahwa yang satu tak berdaya, yang lain berkuasa. Ketidak berdayaan itu adalah bersifat sementara, kemampuan untuk berdiri dan berjalan diatas kaki sendiri adalah keadaan tetap dan sama.
C. Cinta Keibuan
Cinta keibuan adalah penguatan tanpa syarat terhadap hidup dan kebutuhan anak. Penguatan (afermasi) hidup anak mempunyai dua segi, pertama, ialah perhatian dan yang kedua ialah tanggung jawab yang mutlak perlu demi pemeliharaan hidup anak dan pertumbuhannya. Cinta keibuan menanamkan kedalam anak cinta akan kehidupan dan tidak hanya keinginan untuk tetap hidup. Sangat berlainan dengan cinta persaudaraan dan cinta erotis, yakni cinta sesama orang (setara), hubungan ibu dan anak pada hakekatnya cinta diantara orang yang tidak sama, dimana yang satu memerlukan segala bantuan dan yang lain memberikannya. Justru karena ciri altruistis dan tidak mementingkan diri inilah maka cinta keibuan telah dipandang sebagai jenis cinta yang paling tinggi, dan yang paling suci dari segala ikatan emosional. Cinta yang berlebih-lebihan dari orang tua terhadap anak akan menyebabkan masalah sosial, begitu pula sebaliknya.
D. Cinta Erotis
Cinta ini berbeda dengan kedua tipe cinta diaras. Cinta erotis adalah mendambakan peleburan, penyatuan dengan seseorang pribadi lain. Cinta ini bersifat eksklusif dan tidak universal. Cinta erotis sering dicampurbaurkan dengan pengalaman yang meledak karena jatuh cinta diantara dua orang yang masih asing, setelah keduanya saling mengenal pribadi yang dicintai menjadi pribadi yang dikenal seperti dirinya sendiri. Tetapi keeratan ini cenderung makin lama makin berkurang dan sebagai konsekwensinya ialah seseorang mencari cinta dengan seorang pribadi yang baru dengan seorang asing yang baru, demikian seterusnya. Tipe cinta ini didorong oleh keinginan sexual.
E. Cinta Diri Sendiri
Freud beranggapan bahwa cinta adalah manifestasi nafsu sexual yang diarahkan kepada oranglain/diarahkan pada dirinya sendiri atau cinta diri (self love). Berpegangan bahwa pribadi yang mementingkan diri itu bersifat "narsisistis", seolah-olah ia telah menarik cintanya dari oranglain dan mengalihkan pada dirinya sendiri. Teori hakekat sifat mementingkan diri ini dibuktikan oleh pengalaman resiko analisis mengenai hal tidak mementingkan diri yang bersifat neoritis yaitu gejala yang dapat dikalangan luas yang biasanya terganggu bukan gejala itu tetapi oleh hal-hal lain yang berhubungan dengannya, seperti rasa tertekan, kelelahan,ketidakmampuan bekerja, kegagalan dalam bermain cinta dst. Dengan demikian ia menjadi seseorang pribadi yang besar, berbudi yang selain mencintai dirinya sendiri ia juga mencintai semua orang lain dengan cara sama.
CINTA KASIH DALAM KELUARGA
Cinta kasih orang tua terhadap anak itu adalah suatu cinta yang disertai dengan kasih sayang. Cinta kasih tersebut diberikan secara tulus dan ikhlas seolah-olah anak itu adalah merupakan bagian dari dirinya sendiri. Seorang anak yang tak pernah mendapat kasih sayang dari orang tuanya kemungkinan besar dia akan hidup liar. Cinta yang dirasakan orang tua terhadap anaknya itu berdasarkan 2 segi yakni : segi pengabdian dan segi kesukaan. Menurut orang tua mencintai anaknya secara merata dalam arti pengabdian yang sama terhadap setiap anak. Mereka mencoba untuk tidak berat sebelah. Mereka ingin agar masing-masing anaknya berhasil dan bahagia. Orang tua rela berkorban untuk tujuan tersebut.
Kasih sayang orang tua itu adalah dampak positif dan ada dampak negatifnya. Dampak positifnya adalah apabila orang tua tersebut memberikan kasih sayang kepada anaknya secara apa adanya, artinya kasih sayang yang tak berlebihan. Jadi hal tersebut membuat anak menjadi manja. Kekurangan usaha yang ikhlas dari orang tua dapat mengakibatkan beberapa hal yang kurang baik bagi si anak. Cinta kasih orang tua terhadap anak sendiri berbeda dengan cinta kasih orang tua tergadap anak orang lain.
Jika dilihat dari segi kesukaan semua orang tua mempunyai cinta kasih yang sama serta memberikan perlakuan yang sama kepada setiap anak mereka. Anak laki-laki disukai karena sifat laki-lakinya, sedangkan anak perempuan disukai karena sifat perempuannya. Sayang orang tua terhadap anaknya bisa karena sifat gembiranya, sifat sungguh-sungguhnya, sifat yang ingin menyenangkan orang lain dsb. Kesukaan tersebut timbul berdasarkan sifat yang sangat berbeda. Setiap orang tua selalu menghadapi sifat yang sangat kompleks dari si anak. Tanggapan orang tua terhadap sifat anak tersebut juga mempunyai suatu kelompok yang kompleks juga.
Ada orang tua yang selalu jengkel akan segala tingkah laku yang diperbuat anaknya. Terhadap anaknya mereka tidak merasakan arus kemesraan yang timbul dengan sendirinya, seperti yang mereka rasakan terhadap orang lain. Kejengkelan tersebut bisa timbul pada anaknya sewaktu anak tersebut masih kanak-kanak bahkan ada yang sampai dewasa. Sejak apa yang dikatakan maupun yang diperbuat anak selalu menimbulkan rasa marah pada orang tuanya. Seolah-olah perbuatan si anak tersebut selalu salah. Hal tersebut sebenarnya mereka sadari. Mereka sebetulnya sudah berusaha untuk memperbaiki tingkah lakunya dan berusaha untuk mencintai anaknya dengan sepenuh hati. Cinta kasih yang diberikan orang tua tersebut ada dampak positifnya dan dampak negatifnya. Dampak positifnya apabila kasih sayang tersebut diberikan secara apa adanya, artinya memberikannya itu tidak berlebihan ataupun tidak kurang. Sedang dampak negatifnya adalah apabila kasih sayangnya tersebut diberikan secara berlebihan.
Dikutip dari :
M. Habib Mustopo, Manusia dan Budaya,1989
Tidak ada komentar:
Posting Komentar